Click here to sign up. Download Free PDF. Razi Mahfuz. A short summary of this paper. Latar Belakang Dua pandangan terhadap Sumber Daya Alam Klasifikasi Sumber Daya Alam Pengukuran Ketersediaan Sumber Daya Alam Pengukuran Kelangkaan Sumber Daya Alam Aspek Ekonomi Sumber Daya Tanah Teori Sewa Tanah David Ricardo Teori Sewa Tanah Von Thunen Faktor-faktor yang Menentukan Harga Tanah Konsep Ekonomi Sumber Daya Hutan Fungsi Hutan Peranan Sumber Daya Hutan dalam Perekonomian Kondisi Sumber Daya Air Siklus Air di Alam Air sebagai Sumber Daya Ekonomi Pengelolaan Sumber Daya Air Latar Belakang Ketersediaan sumber daya alam dan lingkungan SDAL yang meliputi air, udara, tanah, hutan, barang tambang dan lainnya adalah hal esensial bagi kelangsungan hidup manusia.
Kerusakan atau kehilangan SDAL akan menimbulkan kerugian dan menurunkan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, pengelolaan SDAL yang baik mampu memberikan manfaat untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Pembangunan ekonomi di satu sisi diakui telah mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi namun di sisi lain dewasa ini dikhawatirkan menimbulkan kerusakan ekosistem yang mengancam kelangsungan hidup manusia.
Persoalan mendasar adalah bagaimana mengelola SDAL agar memiliki manfaat besar bagi kehidupan manusia tapi dengan tidak mengorbankan kelestarian SDAL itu sendiri. Kebijakan penggunaan, pengelolaan serta konservasi SDA harus ditangani secara komprehensif karena sistem SDA sangat luas, kompleks dan saling tergantung satu sama lain. Perubahan komponen SDA secara individu dalam satu ekosistem dapat merubah sistem secara menyeluruh. Perubahan penggunaan tanah dapat meningkatkan produksi pertanian di satu sisi, tapi memiliki pengaruh terhadap tata air serta kualitas air dan udara di sisi lainnya.
Berbagai disiplin ilmu diperlukan dalam alokasi dan pemanfaatan SDA. Pendekatan pemanfaatan sumber daya yang akan digunakan didekati melalui teori ekonomi tanpa menghilangkan analisis ilmu yang lain yang relevan. Ketika terjadi diminishing return, standar hidup manusia akan menurun sampai ke tingkat subsiten. Tingkat subsiten merupakan batas garis kemiskinan. Kondisi ini akan terus berlangsung sampai terwujud ekonomi dalam kondisi keseimbangan steady state.
Bila terjadi kelangkaan SDA, akan tercermin pada dua indikator ekonomi: meningkatnya harga input dan output yang menyebabkan penurunan permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan SDA. Namun peningkatan harga output akan menimbulkan insentif bagi produsen SDA sehingga produsen akan berusaha meningkatkan suplai. Ketersediaan SDA yang terbatas, maka kombinasi harga input dan output akan menimbulkan insentif untuk melakukan substitusi dan peningkatan daur ulang.
Kelangkaan SDA akan menimbulkan insentif untuk mengembangkan inovasi seperti pencarian deposit, peningkatan efisiensi produksi, peningkatan teknologi daur ulang, sehingga mengurangi tekanan terhadap pengurasan SDA.
Stok Non Kel. Metalik: Memiliki titik kritis: Energi matahari, minyak, gas, emas, besi, ikan, hutan, tanah minyak, angin, air batubara aluminium Dapat didaur Tidak ada titik Mat. Bagan Klasifikasi Sumber Daya Alam 4. Hanley et al. SDA juga langsung dikonsumsi rumah tangga I2.
Kegiatan produksi oleh industri dan konsumsi oleh rumah tangga menghasilkan limbah yang dapat didaur ulang D1 dan D2. Proses daur ulang ini ada yang langsung kembali ke alam dan lingkungan, misalnya proses pemurnian kembali air dan udara, dan ada yang kembali ke industri D2 , seperti pendaurulangan kertas, botol plastik.
Dari limbah ini sebagian komponen ada yang tidak dapat didaur ulang, sehingga menjadi residual D3 yang akan kembali ke lingkungan tergantung dari kemampuan kapasitas penyerapan atau asimilasinya.
Penggunaan tanah yang paling luas adalah untuk sektor pertanian, terutama di wilayah pedesaan. Untuk daerah perkotaan, penggunaan tanah yang utama adalah untuk pemukiman, perkantoran, transportasi, industri dan perdagangan dan lainnya.
Di negara maju penggunaan tanah yang terbaik dan tertinggi adalah untuk industri dan perdagangan. Selanjutnya disusul oleh pemukiman, kemudian untuk pertanian dan terakhir untuk pengembalaan dan tanah dikosongkan bera. Penggunaan tanah tergantung pada kemampuan tanah dan lokasi tanah.
Penggunaan tanah yang bergantung kepada kemampuan tanah ditentukan oleh tekstur tanah, lereng permukaan tanah, kemampuan menahan air dan tingkat erosi.
Penggunaan tanah yang tergantung pada lokasi tanah, terutama adalah untuk pemukiman, industri, rekreasi dan sebagainya. Dengan demikian tanah memiliki nilai ekonomi dan pasar yang berbeda-berbeda.
Tanah di perkotaan memiliki nilai pasar yang tinggi karena di sana terletak sumber penghidupan manusia yang paling efisien dan memberikan nilai produksi yang tinggi. Secara umum, pemilik tanah menggunakan tanahnya untuk tujuan yang memberikan nilai produksi tertinggi. Namun penggunaan tanah ini tergantung kepada penilaian sipemilik sendiri apakah dinilai dengan uang atau dengan nilai yang tidak dapat dijangkau intangible seperti nilai sosial.
Penggunaan tanah terbaik dan tertinggi tergantung kepada kapasitas tanah serta tinggi rendahnya permintaan terhadap tanah itu sendiri. Untuk mengejar pemenuhan kebutuhan manusia yang terus berkembang dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemanfaatan sumber daya tanah sering kali kurang bijaksana dan untuk kebutuhan jangka pendek. Akibat penggunaan tanah yang kurang bijaksana adalah berkurangnya persediaan tanah yang tinggi kualitasnya. Sehingga manusia akan tergantung kepada tanah yang semakin rendahnya kualitasnya.
Aspek Ekonomi Sumber Daya Tanah Aspek ekonomi penting menurut teori ekonomi sumber daya tanah adalah sewa tanah. Sewa tanah dapat dibedakan sebagai berikut: 1 Sewa tanah contract rent sebagai pembayaran dari penyewa kepada pemilik, dimana pemilik melakukan kontrak sewa menyewa dalam jangka waktu tertentu. Contract rent dan land rent merupakan dua konsep sewa yang penting digunakan dalam ekonomi sumber daya tanah.
Sewa Tanah Land Rent sebagai Surplus Ekonomi Secara sederhana sewa tanah adalah sama dengan Sewa Land Rent surplus ekonomi, yaitu: suatu kelebihan nilai produksi total di atas biaya total yang mencakup biaya jasa terhadap investasi.
Sewa tanah sebagai surplus ekonomi tanah ditentukan oleh faktor kesuburan tanah dan lokasi tanah. Sewa tanah land rent ditentukan oleh kesuburan tanah: Tanah A Tanah B Tanah C Biaya produksi tanah A paling rendah, lebih tinggi pada tanah B, dan paling tinggi pada tanah C karena kesuburan tanah berbeda. Peningkatan biaya produksi rata- rata per unit output di tanah B dan C disebabkan oleh tingkat kesuburan tanah. Dengan biaya produksi yang rendah, tanah A memberikan land rent tertinggi, sedangkan tanah B lebih kecil, sementara tanah C tidak menghasilkan land rent sama sekali, karena tingginya biaya produksi.
Sewa tanah land rent ditentukan oleh lokasi tanah: Tanah A yang berlokasi paling dekat dari pusat aktifitas manusia, relatif tidak memiliki banyak biaya dalam penggunaannya, sehingga mampu memberikan land rent yang paling tinggi.
Tanah C yang berlokasi paling jauh, menimbulkan biaya transportasi paling besar dalam penggunaannya, kemampuannya memberikan land rent paling rendah. Produktivitas tanah yang subur lebih tinggi, sehingga berarti untuk menghasilkan satu satuan unit produksi diperlukan biaya rata-rata dan biaya marjinal yang lebih rendah. Makin rendah tingkat kesuburan, maka makin tinggi pula biaya- biaya untuk mengolah tanah dan dengan sendirinya keuntungan per hektar tanah semakin kecil pula. Jadi sewa tanah yang lebih subur lebih tinggi dibanding sewa tanah yang kurang subur.
Ricardo berasumsi bahwa pada daerah pemukiman baru, terdapat sumber daya tanah yang subur dan berlimpah serta tidak ada pembayaran sewa atas penggunaan tanah karena jumlah penduduk masih sedikit. Sewa tanah akan muncul ketika jumlah penduduk bertambah dan permintaan atas tanah meningkat dan akhirnya menghendaki digunakannya tanah yang kurang subur oleh masyarakat. Dengan demikian tanah A memiliki nilai sewa tertinggi yang ditunjukan oleh surplus ekonomi dari tanah D. Menurut Rircardo, harga produk pertanian ditentukan oleh biaya produksi yang sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan hasil pertanian.
Harga produk pertanian meningkat seiring perluasan areal pertanian dan penggunaan tanah subur yang semakin intensif. Teori sewa tanah Ricardo hanya melihat kemampuan tanah untuk membayar sewa tanah tanpa memperhatikan lokasi tanah. Apakah tanah subur yang jaraknya dekat dengan pasar dan yang jauh dari pasar akan sama sewanya? Hal ini setelah dikaji ternyata beda karena semakin jauh dari pasar semakin mahal biaya transportasinya. Von Thunen melihat daerah yang subur dekat pusat pasar memiliki sewa tanah lebih tinggi dari pada tanah di daerah yang jauh dari pusat pasar.
Von Thunen berpendapat bahwa sewa tanah berkaitan dengan biaya trasportasi dari lokasi tanah yang jauh di daerah ke pusat pasar. Bila harang barang yang diangkut sebesar OP, maka pada jarak OK, tidak lagi terdapat land rent. Pada hal di titik O pusat pasar land rent sebesar CP, artinya land rent berbanding terbalik dengan jarak lokasi tanah dengan pusat pasar.
Kualitas tanah yang disebabkan oleh kesuburan tanah, pengairan, adanya fasilitas listrik, jalan dan sarana lainnya; b. Banyaknya permintaan tanah yang untuk pabrik, bangunan rumah, perkebunan. Von Thunen juga mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan pertimbangan ekonomi. Menurut Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar.
Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan selisih antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar.
Dalam model tersebut, Von Thunen membuat asumsi sebagai berikut: a. Wilayah analisis bersifat terisolir, tidak terdapat pengaruh pasar dari kota lain; b. Tipe permukiman adalah padat di pusat wilayah dan semakin kurang padat apabila menjauh dari pusat wilayah; c. Seluruh wilayah model memiliki iklim, tanah dan topografi yang seragam; d. Fasilitas pengengkutan adalah primitif sesuai dengan zamannya dan relatif seragam.
Ongkos ditentukan oleh berat barang yang dibawa; dan e. Kecuali perbedaan jarak ke pasar semua faktor alamiah yang mempengaruhi penggunaan tanah adalah seragam dan konstan. Faktor-faktor yang Menentukan Harga Tanah Sebagaimana yang sudah disinggung di atas bahwa kegunaan, kelangkaan dan permintaan atas sumber daya tanah sangat dipengaruhi oleh tingkat produktivitas dan lokasi tanah. Produktivitas tanah tidak hanya ditentukan oleh hasil produksi pertanian tetapi juga kandungan sumber daya lain yang bernilai ekonomis seperti mineral yang ada di dalam tanah.
Lokasi tanah berkaitan dengan jarak sumber daya tanah dari pusat perkotaan, pasar atau kegiatan perdagangan. Saat ini nilai waktu sangat tinggi, karena itu harga tanah yang berlokasi dekat dari tempat kerja yang dapat ditempuh dengan waktu singkat terhindar dari kemacetan, akan semakin tinggi. Disamping itu harga tanah juga berkaitan dengan fasilitas kehidupan yang tersedia yaitu sarana dan prasarana umum, seperti: jaringan transportasi, alat transportasi, listrik, air dan fasilitas umum lainnya di dekat lokasi tanah, akan semakin meningkatkan harga tanah.
Pembangunan sarana dan prasarana umum, akan meningkatkan kegunaan dan kepuasan yang dapat diberikan oleh sebidang tanah, yang dibarengi pula oleh meningkatnya permintaan masyarakat akan tanah akibat peningkatan pendapatan , maka harga tanah akan meningkat pula Harga tanah yang semakin tinggi dapat pula disebabkan oleh sistem perizinan yang rumit dan biroratis sehingga menimbulkan biaya pengurusan tanah yang tinggi dan harga tanah yang tinggi.
Efek dari harga tanah yang semakin tinggi, maka akan terjadi inflasi. Artinya harga tanah memacu peningkatan harga-harga barang lainnya, karena tanah yang walaupun tidak produktif sering dapat digunakan sebagai jaminan untuk mendapat kredit perbankan. Hal ini berarti tanpa menghasilkan apa-apa pun, tanah ternyata dapat menghasilkan uang baru, karena dengan fasilitas kredit yang sangat besar dengan tanah sebagai jaminan adalah sama dengan pencitaan uang giral.
Harga tanah yang semakin tinggi dapat mendorong ekonomi biaya tinggi. Adapun pendekatan yang dapat digunakan untuk memperlambat kenaikan harga tanah adalah: 1 Mengalihkan dana yang tersedia di masyarakat ke arah investasi yang lebih produktif, bukan untuk spekulasi tanah. Konsep Ekonomi Sumber Daya Hutan Hutan adalah lapangan tempat bertumbuhan berbagai pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan yang ditetapkan pemerintah sebagai hutan Wirakusumah, Hutan adalah asosiasi masyarakat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang didominasi oleh pohon-pohonan dengan luasan tertentu sehingga dapat membentuk iklim mikro dan kondisi ekologi tertentu Suparmoko, Menurut Undang Undang Nomor 41 tahun , hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Ekonomi sumber daya hutan adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam memanfaatkan sumber daya hutan, sehingga fungsinya dapat dipertahankan dan ditingkatkan dalam jangka panjang. Dari sudut pandang sumber daya ekonomi, pada hutan terdapat sekaligus tiga sumber daya ekonomi Wirakusumah, , yaitu: lahan, vegetasi bersama semua komponen hayatinya serta lingkungan itu sendiri sebagai sumber daya ekonomi yang pada akhir-akhir ini tidak dapat diabaikan.
Hutan merupakan aset multiguna yang tidak hanya menghasilkan produksi seperti kayu, arang, pulp dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain non-use seperti: pelindung panas, pemecah angin dan pelindung tanah dari bahaya erosi. Hutan juga menjadi habitat satwa dan hewan lainnya yang penting dalam menjaga ekosistem dan keanekragaman hayati.
Dengan kata lain hutan tidak hanya memberikan manfaat pada saat mereka ditebang eksploitasi , namun juga banyak memberikan manfaat tatkala sumber daya ini dibiarkan manfaat konservasi. Terdapat empat pilar penting dalam praktek pengelolaan sumber daya hutan: a.
Common Pool Resources Masyarakat bebas untuk melakukan pengelolaan dengan caranya sendiri. Sebagian masyarakat mengelolanya secara arif. Namun lebih banyak lagi yang mengelolanya secara tidak bijaksana. Common pool resources dapat dibedakan menjadi open access resources dan common property common resources.
Telaahan kritis terhadap masalah tersebut menunjukkan, bahwa tragedi menurut terminologi Hardin itu "hanya terjadi" jika tidak terdapat aturan main yang jelas tentang pendayagunaan sumber daya yang bersangkutan, sehingga setiap anggota masyarakat berpacu untuk memaksimumkan pemenuhan kebutuhan individualnya melalui pendayagunaan sumber daya yang bersangkutan tanpa memperhatikan kebutuhan anggota masyarakat lainnya maupun daya dukung sumber daya yang bersangkutan.
Kondisi seperti itu hanya cocok bagi open access resources, tapi tidak lazim terjadi pada common property yang pada umumnya memiliki aturan- pendayagunaan kolektif yang jelas. State Property Resources Berangkat dari motivasi yang kuat untuk mengatur pengelolaan sumber daya hutan, maka pemerintah menetapkan hutan sebagai suatu "state property". Akuan itu sebenarnya merupakan tafsiran distortif dari konsep "sumber daya publik". Dalam konteks yuridis, akuan tersebut merupakan tafsiran distortif dari konstitusi UUD Dalam konstitusi memang disebutkan, bahwa setiap sumber daya yang merupakan hajat hidup orang banyak, seperti halnya sumber daya hutan, dikuasai oleh negara.
Di sini terdapat dua distorsi, yaitu: Pertama, pengertian "dikuasai" itu bias menjadi "dimiliki". Kedua, negara itu direpresentasikan menjadi pemerintah. Karena itu, negara baca: pemerintah lantas bertindak sebagai pemilik, pengelola, dan pengawas terhadap tindakan pengelolaan sumber daya yang bersangkutan. Untuk mengukuhkan akuan tersebut, pemerintah dan adakalanya para akademisi kerap mengutip tesis Hardin di atas. Tragedi pendayagunaan sumber daya "publik" dijadikan sebagai pembenar bagi tindakan negara pemerintah untuk menguasai dan mengatur dalam arti yang seluas-luasnya.
Pola pengelolaan seperti itu menimbulkan sejumlah keberatan, antara lain: Pertama, terjadi konflik kepentingan. Dalam ekonomi pasar, pemerintah sebagai representasi negara memiliki fungsi tujuan untuk memaksimumkan layanan. Kedua, sumber daya hutan sangat berlimpah. Sementara itu pemerintah tidak memiliki sumber daya sumber daya manusia, teknologi, dan modal yang cukup untuk dapat mendayagunakan sumber daya tersebut secara optimal.
Ketiga, kelembagaan yang melekat pada bentuk pengelolaan sumber daya tersebut baca: birokrasi tidak memiliki keluwesan yang memadai untuk menangkap dan memahami kepentingan masyarakat. Private Property Resources Atas dasar keberatan-keberatan di atas, pada masa Orde Baru, sebagian fungsi pengelolaan sumber daya hutan itu diserahkan kepada swasta, khususnya untuk hutan produksi. Dengan cara itu, diharapkan terjadi peningkatan produksi hutan kayu melalui mekanisme fragmentasi kawasan pengusahaan hutan dan injeksi investasi oleh swasta.
Kebijakan tersebut juga tidak luput dari keberatan- keberatan, misalnya: 1 Penyerahan kepada swasta dianggap berlebihan. Satu perusahaan HPH ada yang mengelola kawasan lebih dari sejuta hektar. Padahal menurut FAO , kemampuan setiap perusahaan untuk mengusahakan hutan secara optimal adalah mencakup kawasan seluas ribu hektar.
Bagi perusahaan HPH, melakukan tindakan pelestarian senantiasa berkonotasi peningkatan biaya, dan dengan demikian dianggapnya sebagai tindakan manajemen yang tidak efisien.
Perusahaan tidak jarang melakukan tindakan pencurian kayu besi dan sarang burung, yang secara kultural merupakan sumber daya "milik" masyarakat dan perampasan rotan. Karena itu, bagi masyarakat lokal, perusahaan HPH bukan merupakan "mitra" yang mengerti kepentingannya. Jejak tersebut di tingkat lokal menimbulkan konflik dengan frekuensi kejadian yang cukup signifikan. Selanjutnya, didukung dengan ujicoba yang menghasilkan kesimpulan yang positif, maka advokasi internasional secara tegas menyebutkan bahwa partisipasi masyarakat lokal yang seluas-luasnya merupakan solusi optimum terhadap masalah pengelolaan sumber daya hutan.
Di Indonesia telah banyak contoh nyata yang menunjukkan bahwa masyarakat lokal itu memiliki kemampuan dan kemauan yang baik untuk mengelola sumber daya hutan secara produktif dan lestari, misalnya seperti yang dilakukan masyarakat Krui Lampung Barat dan masyarakat Meru Betiri Jawa Timur. Namun, agaknya, itu belum merupakan pertimbangan yang cukup signifikan bagi upaya-upaya pelembagaan pengelolaan hutan oleh masyarakat. Para akademisi dan birokrat pada masa Orde Baru, secara terus-terang atau malu- malu, kerap meragukan keandalan pengelolaan sumber daya hutan oleh masyarakat.
Keraguan itu kerap bersandar pada fenomena yang disebut sebagai tragedy of the common, yaitu suatu kerusakan sumber daya akibat pendayagunaan berlebihan tatkala sumber daya tersebut ditetapkan sebagai "milik umum". Padahal tragedi itu bukan merupakan implikasi logis yang berlaku umum pada setiap pengelolaan sumber daya milik umum, melainkan lebih cenderung sebagai fenomena unik tatkala permintaan terhadap sumber daya tersebut jauh lebih besar dibanding dengan kelimpahan sumber dayanya resources endowment atau tatkala kelembagaan pada masyarakat lokal belum tertata dengan baik.
Pergeseran pola pengelolaan oleh negara, swasta, dan kemudian kolaborasi antara pemerintah dengan masyarakat agaknya merupakan kebutuhan umum, yang berlaku bukan cuma di Indonesia. Hobley melaporkan bahwa di India telah terjadi empat tahap evolusi pola pengelolaan sumber daya hutan: kolonialisme, komersialisme, konservasi, dan kolaborasi. Sedangkan di Nepal terjadi evolusi: privatisasi, nasionalisasi, dan populisme. Penerapan partisipasi masyarakat dalam spektrum yang luas di kedua negara tersebut ternyata menunjukkan hasil yang baik: produktifitas tercapai tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan dan keberadaan masyarakat lokal.
India, Thailand, dan Nepal adalah negara-negara yang sudah cukup maju dalam soal pengelolaan sumber daya hutan oleh masyarakat. Kolaborasi dengan masyarakat merupakan kebutuhan dan keharusan, karena tujuan produksi dan pelestarian dapat dicapai secara lebih efektif dan pada saat yang sama tercipta suatu mekanisme resolusi konflik yang interaktif.
Kebanyakan SDH tidak bersifat milik bersama common property resources. Hampir sebagian besar hutan dikuasai oleh pemerintah dan hak pengelolaan yang diberikan kepada individu atau swasta melalui mekanisme perizinan. Spesifikasi sumber daya hutan memiliki skala waktu time scale pertumbuhan waktu yang sangat panjang mulai dari sejak ditanam sampai ditebang panen pada beberapa jenis pohon tertentu bisa sampai tahun.
Lahan yang ditumbuhi hutan memiliki nilai pilihan option value. Fungsi Hutan Beberapa fungsi hutan adalah sebagai berikut: 1 Menyediakan hasil hutan kayu dan non kayu untuk keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk keperluan pembangunan industri dan ekspor sehingga menunjang pembangunan ekonomi nasional dan daerah. Peranan Sumber Daya Hutan dalam Perekonomian Sumber daya hutan memiliki peranan dalam perekonomian, yaitu: 1 Sebagai penghasil devisa bagi negara yang sangat penting untuk perbaikan ekonomi makro dan perdagangan global, terutama pada negara yang baru berkembang dan berbasis pada sumber daya alam.
Peran SDH sebagai penghasil devisa dapat pula diwujudkan melalui kemampuan menyerap investasi seperti: pembangunan industri pulp, industri kertas, industri kayu lapis, meubel. Banyak kegiatan yang dibiayai langsung dari hasil kayu tebangan untuk mendorong kegiatan perkebunan, sebagai hasil konversi hutan. Demikian pula hasil hutan berupa kayu maupun bukan kayu, adalah merupakan bahan baku industri, yang mendorong berkembangnya industri dan jasa pengangkutan dan pemasaran. Pengembangan perekonomian pariwisata terutama ekowisata sangat dipengaruhi oleh bentang alam, keindahan dan kekhasan SDH.
Peranan sumber daya ini tidak menghasilkan nilai uang langsung, tetapi menghasilkan nilai uang bagi sektor pariwisata. Di masa depan peranan jasa lingkungan berupa perbaikan tata air, pembersih udara dan nilai estetika mempunyai peranan yang sangat besar dalam keberlanjutan ekonomi jangka panjang.
Aspek Ekonomi dalam Pengelolaan Sumber Daya Hutan Prinsip dasar biologi pertumbuhan hutan menggunakan asumsi bahwa hutan merupakan satu unit cobort yang homogen.
Satu unit cobort adalah pertumbuhan hutan yang menjadi basis analisis pengelolaan hutan adalah pertumbuhan agregat, dimana variabel pertumbuhan dan kematian mewakili seluruh kelompok umur hutan. Berdasarkan asumsi ini, maka volume pertumbuhan suatu pohon diukur dalam volume kayu wood volume yang dinotasikan sebagai w T , sebagaimana ditunjukkan oleh Kurva Pertumbuhan Hutan Homogen di bawah.
Laju pertumbuhan akan mencapai titik maksimum pada w Tmax yakni pada periode Tmax. Waktu tebang akan menentukan lamanya periode rotasi setiap pohon. Tujuan pemanfaatan hutan adalah memilih periode rotasi yang akan menghasilkan produksi yang lestari. Berdasarkan Persamaan 5. Pendekatan MSY memiliki beberapa kelemahan, yaitu: tidak memperhitungkan harga dan biaya ekstraksi sumber daya hutan. Hutan merupakan aset yang bisa ditebang sekarang atau pada masa yang akan datang.
Pilihan tersebut akan menimbulkan aspek intertemporal sumber daya hutan yang menyebabkan munculnya opportunity cost yang digambarkan dengan discount rate. Tingkat potongan discount rate adalah menyamakan atau mengkonversikan nilai masa datang ke nilai sekarang yang equivalen dengan discount factor tertentu. Sekali hutan ditebang habis clear cut , maka lahan tersebut tidak dapat digunakan untuk pemanfaatan lainnya.
Pengertian Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang berada di darat.
Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan, keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mahluk hidup baik pada waktu sekarang maupun pada generasi yang akan datang.
Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air secara optimal, berhasilguna dan berdayaguna. Pengendalian dan penanggulangan daya rusak air adalah upaya untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air yang dapat berupa banjir, lahar dingin, ombak, gelombang pasang, dan lain-lain.
Pengelolaan adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Penatagunaan sumber daya air adalah upaya untuk menentukan zona pemanfaatan sumber air dan peruntukan air pada sumber air.
Penyediaan sumber daya air adalah upaya pemenuhan kebutuhan akan air dan daya air untuk memenuhi berbagai keperluan dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai. Penggunaan sumber daya air adalah pemanfaatan sumber daya air dan prasarananya sebagai media dan atau materi. Pengembangan sumber daya air adalah upaya peningkatan kemanfaatan fungsi sumber daya air tanpa merusak keseimbangan lingkungan. Pengusahaan sumber daya air adalah upaya pemanfaatan sumber daya air untuk tujuan komersial. Hak guna sumber daya air adalah hak untuk memperoleh dan menggunakan sumber daya air untuk keperluan tertentu.
Daerah Aliran Sungai DAS atau yang disebut dengan Daerah Pengaliran Sungai DPS adalah sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan air ke anak sungai dan sungai utama yang bermuara ke danau atau laut.
Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih Daerah Aliran Sungai dan atau satu atau lebih pulau-pulau kecil, termasuk cekungan air tanah yang berada di bawahnya. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologi dimana semua kejadian hidrogeologi seperti proses pengimbuhan, pengaliran, pelepasan air tanah berlangsung.
Air tanah atau air bawah tanah adalah air yang terdapat dibawah permukaan tanah pada lapisan tanah yang mengandung air. Tata Pengaturan Air adalah segala usaha untuk mengatur pembinaan seperti pemilikan, penguasaan, pengelolaan, penggunaan, pengusahaan dan pengawasan atas air beserta sumber-sumbernya termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di-dalamnya, guna mencapai manfaat yang sebesar-besarnya dalam memenuhi hajat hidup dan peri kehidupan rakyat.
Kondisi Sumber Daya Air Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada World Water Forum II di Denhaag tahun , memproyeksikan bahwa pada tahun akan terjadi krisis air di beberapa negara. Meskipun Indonesia termasuk 10 negara kaya air namun krisis air diperkirakan juga akan terjadi, sebagai akibat dari kesalahan pengelolaan air yang tercermin dari tingkat pencemaran air yang tinggi, pemakaian air yang tidak efisien, fluktuasi debit air sungai yang sangat besar, kelembagaan yang masih lemah dan peraturan perundang-undangan yang tidak memadai.
Ketersediaan air di Indonesia mencapai sekitar Kondisi ini masih di atas rata-rata dunia yang hanya 8. Akan tetapi jika ditinjau ketersediaannya per pulau akan sangat lain dan bervariasi. Kondisi ini menggambarkan potensi kelangkaan air di Pulau Jawa sangat besar.
Jika dilihat ketersediaan air per kapita per tahun, di Pulau Jawa hanya tersedia sekitar 1. Jumlah ini akan terus menurun sehingga pada tahun diperkirakan hanya akan tersedia sebesar 1. Apabila fenomena ini terus berlanjut maka akan terjadi keterbatasan pengembangan dan pelaksanaan pembangunan di daerah-daerah tersebut karena daya dukung sumber daya air yang telah terlampaui.
Masalah air di Indonesia ditandai juga dengan kondisi lingkungan yang tidak kondusif sehingga semakin mempercepat kelangkaan air. Kerusakan lingkungan antara lain disebabkan oleh terjadinya degradasi daya dukung daerah aliran sungai DAS hulu akibat kerusakan hutan yang tak terkendali sehingga luas lahan kritis sudah mencapai 18,5 juta hektar.
Disamping itu jumlah DAS kritis yang berjumlah 22 buah pada tahun telah meningkat menjadi 59 buah pada tahun Fenomena degradasi hutan tmenyebabkan turunnya kemampuan DAS untuk menyimpan air di musim kemarau sehingga frekuensi dan besaran banjir makin meningkat. Tutup saran Cari Cari. Pengaturan Pengguna. Lewati carousel. Karusel Sebelumnya. Karusel Berikutnya. Apa itu Scribd? Jelajahi eBook. Terlaris Pilihan Editor Semua eBook. Jelajahi Buku audio.
Terlaris Pilihan Editor Semua buku audio. Jelajahi Majalah. Pilihan Editor Semua majalah. Jelajahi Podcast Semua podcast. Kesulitan Pemula Menengah Lanjutan. Jelajahi Dokumen.
Apakah menurut Anda dokumen ini bermanfaat? Apakah konten ini tidak pantas? Laporkan Dokumen Ini. Tandai sebagai konten tidak pantas. Unduh sekarang. Judul terkait. Karusel Sebelumnya Karusel Berikutnya. Lompat ke Halaman. Cari di dalam dokumen. Tujuan : Setelah mengikuti kegiatan-kegiatan dalam perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat mengembangkan dirinya sebagai seorang yang matang dalam prinsip pengambilan keputusan dan kebijakan dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan.
Agung Jatmiko. Fahmi Irhamsyah. Pemusnah Massal. Muhammad Alviza. Je Malik. Muhammad Nuramin Zain Mide. Reinhard Wolfgang Wospakrik. Rini Agustin Idris. Imam Khusnan Syafi'i. Jecika Ardiati. Juwita Sari. Azman Hafid. Arista fauzi kartika sari. Ayu widianingsih. Irene handayani.
0コメント